Sebagian masyarakat beranggapan bahwa semua produk jamu itu aman dan tanpa efek samping. Padahal, sebenarnya tidak demikian. Sebagaimana halnya mengonsumsi obat, dalam penggunaan jamu perlu tetap berhati-hati. Jamu harus sesuai dengan kebutuhan, tepat takaran dan dosisnya, serta harus dihentikan manakala keluhan sakit telah teratasi. Hal ini menuntut setiap penggunannya untuk selalu berkonsultasi dengan ahlinya, agar jamu yang kita minum selain bermanfaat juga aman bagi kesehatan.
Berikut salah satu artikel yang kami ambil dari kompas.com, semoga bermanfaat,
Para ahli dari Leeds University School of Pharmacy Inggris belum lama ini memeringatkan ancaman di balik konsumsi obat herbal. Mereka menyatakan konsumsi obat herbal bisa menimbulkan masalah kesehatan yang cukup serius. Pasalnya, kebanyakan obat herbal yang dijual di pasaran tak mencantumkan tanda peringatan keamanan seperti tanggal kadaluwarsa dan efek samping.
Dalam penelitiannya, mereka mensurvei lima jenis obat herbal yang paling populer di antaranya, St John’s wort, giseng Asia, echinacea, bawang putih dan ginko. Menurut peneliti, masih banyak konsumen yang tidak pernah tahu apa efek samping dari penggunaan obat-obat herbal tersebut.
St John wort misalnya, yang selama digunakan mengatasi untuk mengatasi bad mood. Herbal ini ternyata dapat mengurangi efektivitas dari pil kontrasepsi. Sedangkan ginkgo, yang katanya untuk meningkatkan sirkulasi darah, meningkatkan kewaspadaan, dan sebagai pengencer darah, ternyata tidak boleh dikombinasikan dengan obat lainnya.
Ginseng Asia, yang sering digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan echinacea yang sering digunakan untuk melindungi diri dari flu, juga memiliki bahaya tersembunyi. Bawang putih, yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah tinggi, dapat berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah besar.
Para peneliti juga melakukan survei terhadap 68 produk herbal yang dijual di pasaran dan menemukan 51 di antaranya (75 persen) tidak mengandung informasi tentang tindakan pencegahan, interaksi dengan obat lain atau efek samping. Tujuh puluh persen dari produk tersebut (48 dari 68 produk) dipasarkan sebagai suplemen makanan.
Peneliti menduga, sedikitnya produk herbal yang mencantumkan label informasi bisa disebabkan karena toko-toko herbal sejauh ini masih diizinkan untuk terus menjual stok lama, tanpa peringatan, dan tanggal kedaluwarsa.
Profesor Theo Raynor, yang memimpin studi ini mengatakan, :Nasihat terbaik untuk konsumen adalah mereka harus berhati-hati. Setiap zat yang mempengaruhi tubuh memiliki potensi untuk merusak jika tidak digunakan dengan tepat,” katanya.
Raynor menyarankan, penting bagi konsumen untuk mencari obat herbal yang sudah mempunyai lisensi, yang berarti obat telah disetujui oleh pemerintah. “Anda harus memberitahu dokter, jika Anda mengonsumsi obat herbal. Hal ini dimaksudnkan supaya Anda mendapatkan perawatan yang terbaik,” tambahnya.