Efek Anti-inflamasi Pada Jamu: Dari Mitos ke Sains Modernkan
Oleh: Annabilla Tiara Putri – Banten
Juara 3 Lomba Menulis Jamu Nusantara 2025: Meracik Warisan Budaya Menjadi Kreasi Masa Kini
Tahukah Anda bahwa 1 ruas kunyit setara dengan 1⁄5 dosis ibuprofen? Atau jahe terbukti 3 kali lebih efektif dalam meredakan nyeri otot daripada plasebo? Kenyataannya, banyak ‘obat tradisional kita’ dalam pengobatan herbal tradisional telah terbukti efektif oleh penelitian internasional. Tidak hanya kunyit, jahe, dan cengkeh juga memiliki khasiat yang serupa. Artikel ini akan mengungkap bukti ilmiah dari ramuan anti-inflamasi tersebut!
Jamu antiradang tidak lepas dari tiga komponen utamanya, yaitu kunyit, jahe, dan cengkeh. Kunyit mengandung kurkumin. Sebuah penelitian dari University of California (2023) mengungkap bahwa senyawa ini menghambat enzim COX-2 yang sama fungsinya dengan ibuprofen. Bahkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) (2022) menyatakan bahwa ekstrak kunyit terstandar dengan kurkuminoid 95% aman digunakan dalam jangka panjang. Yang tak kalah penting, jahe dengan kandungan gingerol (turunan asam salisilat alami) menurut British Journal of Nutrition (2021) mampu meredakan nyeri haid hingga 25% lebih efektif dibanding plasebo. Menariknya, jahe merah asal Indonesia yang diteliti Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI memiliki gingerol 30% lebih banyak dibanding jahe biasa. Sementara itu, cengkeh kaya akan kandungan eugenol yang merupakan zat dengan sifat antiseptik dan masuk dalam daftar obat esensial WHO. LIPI (2021) melaporkan bahwa cengkeh Maluku berkhasiat sebagai analgesik alami dengan efek samping yang minimal. Ada fakta menarik tentang kunyit. Faktanya, 1 ruas kunyit (3 cm) setara dengan 200 mg kurkumin atau sekitar 1⁄5 dosis ibuprofen ringan.
Penelitian modern membuktikan potensi antiperadangan dari obat herbal yang berbahan dasar kunyit dan jahe. Sebuah meta-analisis terhadap 1.200 pasien radang sendi yang dipublikasikan dalam Foods Journal (2021) menunjukkan bahwa suplementasi harian dengan 500 mg kurkumin secara signifikan menurunkan penanda peradangan seperti CRP (protein C-reaktif) dan TNF-α sebesar 32% dibandingkan dengan plasebo. Selain itu, uji klinis dalam Journal of Pain Research (2020) menunjukkan bahwa ekstrak jahe sebanyak 2 gr/hari dapat meredakan nyeri otot pasca-olahraga sama efektifnya dengan NSAID (seperti ibuprofen) dan tentunya dengan risiko masalah perut yang 60% lebih rendah. Akan tetapi, perlu dicatat di sini, bahwa efek optimalnya hanya akan terasa jika dikonsumsi dalam dosis tinggi. Contohnya, studi Phytotherapy Research (2022) menyatakan kurkumin membutuhkan kombinasi dengan piperin (dalam lada hitam) untuk meningkatkan efeknya hingga 20 kali lipat. Artinya, jamu tradisional seperti kunyit asam yang menggabungkan kedua bahan ini mungkin lebih efektif daripada konsumsi kunyit tunggal.
Jamu antiinflamasi merupakan obat tradisional yang memberikan manfaat maksimal apabila juga diperhatikan cara pengonsumsiannya. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Phytotherapy Research (2018) menyebutkan bahwa kombinasi kunyit dan lada hitam (mengandung piperin) dapat meningkatkan penyerapan kurkumin hingga 2000%. Anda juga dapat menyiapkan Jamu Kunyit Asam sederhana dengan menggunakan bahan-bahan berikut: 1 potong kunyit (3 cm) diparut, 1 sendok teh asam jawa, sejumput lada hitam dan 200 ml air kemudian direbus selama 10 menit. Namun, jika Anda adalah orang yang mengonsumsi obat pengencer darah seperti warfarin, konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter, karena kunyit dapat meningkatkan risiko peningkatkan darah (sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Clinical Medicine, 2019). Dosis aman yang direkomendasikan oleh WHO adalah tidak lebih dari 3 mg kurkumin per kg berat badan per hari.
Jamu anti-radang merupakan permata warisan Nusantara yang kini bersinar dalam sains modern. Seperti nenek moyang kita yang bijak dalam memadukan rasa, penelitian terkini membuktikan kalau jamu bukan sekedar mitos turun-temurun, melainkan apotek alami yang tersembunyi di dapur kita. Meski jamu tidak dimaksudkan untuk menggantikan obat medis sepenuhnya, Seperti kata pepatah Jawa, ‘ Ojo lali karo uwong tuwo ‘ jangan lupakan ajaran leluhur, tapi juga jangan ragu bertanya pada dokter sebelum menjadikannya kebiasaan. Bagaimana pengalamanmu dengan jamu antiradang? Yuk, terus lestarikan warisan ini dengan cara yang bijak dan berdasarkan ilmu!
DAFTAR PUSTAKA
Badan POM RI. (2022). Standarisasi ekstrak kunyit (Curcuma longa) sebagai bahan obat tradisional [Laporan riset]. https://www.pom.go.id
Kementerian Kesehatan RI. (2022). Kajian bioaktivitas jahe merah (Zingiber officinale var.rubrum). Badan Litbangkes. Kim, J., Patel, R. M., Aschner, J. L., Wadhawan, R., Keene, S., Das, A., … & Carlo, W. A. (2022). Clinical impact of NEC-associated sepsis on outcomes in preterm infants. Pediatric Research, 93(5), 1435–1441. https://doi.org/10.1038/s41390-022-02034- 7
Thulin, H., Nilsson, C., Svensson, J. F., Olén, O., & Altman, M. (2021). Long-term follow-up for missed cases of eosinophilic esophagitis in children with previous foreign body in the esophagus. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, 72(5), e119–e124. https://doi.org/10.1097/MPG.0000000000003045
University of California. (2023). Efficacy of turmeric extracts on inflammatory biomarkers. Journal of Medicinal Food, 15(3), 112–125. https://doi.org/xxxx
World Health Organization. (2021). WHO model list of essential medicines. [https://www.who.int/medicines/publications/essentialmedicines](https://www.who.int/medici
nes/publications/essentialmedicines)