Dokter bekam Vs Dokter ‘beneran’.
Dr.Ali Ridha, Akp. http://yarobbi.com
Bekam bukanlah perkara yang mudah. Butuh serangkaian proses yang harus dilakukan sebelum seorang terapis menyimpulkan pasien A diterapi dengan bekam basah, pasien B harus bekam kering, atau pasien C harus dengan bekam Api. Terapis masih harus melakukan pengamatan yang mendetail untuk mendapatkan diagnosa yang jitu, ya selayaknya dokter ‘beneran’.
Seorang dokter dituntut agar benar-benar memiliki alas an dalam tindakannya. Misal saat mau melakukan operasi, betul-betul di pilih otot mana yang mau diberikan tindakan, dan mekanis terbaik apa yang bisa ditempuh. Sama-sama otot pada area paha, bisa jadi berbeda tindakan terbaiknya atau saran solusinya.
Sikap ‘dokter beneran’ inilah yang selayaknya menjadi mindset para juru bekam (JURKAM). Saat jurkam memilih menentukan pemilihan bekam basah, harus benar-benar punya alasan bahwa pasien memang secara sunnatullah memerlukan tindakan terapi berbentuk bekam basah. Tidak boleh seorang terapi semata-mata hanya beralasan, “wah ini sunnah, pokoknya sunnah itu terbaik, jadi mari kita coba saja dengan bekam basah” atau “Saya bekam basah karena ngikut sunah rosul, pasti ini pilihan terbaik”.
Belum lagi dalam hal pemilihan titik bekamnya. Terapis bekam harus punya alas an mengapa menggunakan 1 kop saja atau 12 kop atau berapapun kop yang dipakai. Harus punya alas an yang bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan dan keahlian juga mengenai alasan mengekop pada lokasi atau titik tertentu.
Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa saya meragukan apalagi membantah hadist betapa afdholnya manfaat bekam bagi kesehatan sebagai mana yang sudah diterangkan, akan tetapi segala sesuatu tidak bisa dipahami secara brutal meski ada niat yang baik. Saya yakin, haqqul yakin bahwa pengobatan bekam adalah pengobatan terbaik bagi umat manusia. Namun, sebagai bahan diskusi perhatikanlah fenomena penggunaan ayat suci Al Qur’an (dalam takaran ekstrem hitam-putih).
Ayat suci Al Qur’an dipegang oleh para hamba Allah yang hatinya bersih, aqidahnya lurus, ibadahnya bener, dan membacanya sesuai kaidah-kaidah syar’I bisa memberikan banyak manfaat salah satunya sebagai metode pengobatan ruqyah syar’iyyah. Berlawanan dengan hal itu, sama-sama pakai ayat al Qur’an akan tetapi yang menggunakan adalah seorang dukun, sama-sama yang dibaca misalkan surat Al Fatihah, yang terjadi benar-benar bumi dan langit. Al Fatihah itu digunakan oleh sang Dukun sebagai media /password mengundang jin yang kemudian dia gunakan untuk mencelakai seseorang.
Demikian pula dengan bekam. Ditinjau dari sisi manfaat, tidak usah diragukan lagi. Bekam sangat bermanfaat bagi kesehatan umat manusia. Hadist-hadist rasulullh telah banyak mengungkapkannya serta riset medis maupun empiris mengenai manfaat positifnya pun sudah banyak. So, marilah kita sempurnakan bekam dengan lebih baik lagi. Kita bersama-sam mempelajarinya lebih serius. Terlebih lagi kita sudah mendakwahkannya sebagai salah satu bentuk ilmu kedokteran nabi. Malulah kita sama baginda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ketika kita sudah katakan ini dakwah ilmu kedokteran dari beliau, namun dimana ilmu dokternya? Apa itu sudah layak dikatakan ilmu dokter muslim? Se ‘cethek’ itukah (ilmu kedokteran nabi kok sebatas ngekop-ngekop saja)?
Cukuplah hadist Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berikut kita jadikan motivasi, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda, “Siapa yang menjalani profesi sebagai dokter namun sebelum itu tidak diketahui dia memiliki keahlian medis, maka dia menanggung kerugian” (HR. Abu Daud, Nasa’i, dan Ibnu Majah dihasankan oleh Syaikh Albani).
Dalam riwayat lain, “Siapa pun dokter yang melakukan praktek kedokteran pada suatu kaum tanpa diketahui dia memiliki keahlian dalam bidang kedokteran sebelum itu, lantas dia membahayakan pasien, maka dia menanggung kerugian” (HR. Abu Daud dihasankan oleh Syaikh Albani). Bismillah, mari belajar bersama, mari upgrade ilmu bersama,, mari kita gapai izzah ilmu bekam dan kaum muslimin kembali ke dalam pangkuan kita.
Insyallah tema makna “menanggung kerugian” dalam hadist di atas, akan kami bahas dalam tema “Ada Diyat yang harus di bayar dari kesalahan dokter”. Ringkasnya, dalam pengobatan jika sampai pasien meninggal, dokter tidak dikenakan qishash namun tetap wajib bayar diyat. Wallahu a’lam