Perhatikan Ini Jika Ingin Minum Jamu

Jintan Hitam Potensial untuk Obat Antiretroviral HIV-AIDS
03/06/2013
Obat Tradisional dan Konvensional adalah Teman dan Bukan Pilihan
03/06/2013

081548_204217jamu2tsSaat ini masih banyak ditemukan jamu-jamu yang mengandung bahan baku obat sehingga bisa menimbulkan bahaya. Jika masyarakat memang ingin mengonsumsi jamu, sebaiknya perhatikan hal-hal ini.

Berdasarkan hasil survei Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) selama bulan Januari 2013 menunjukkan bahwa jamu dengan kandungan BKO (Bahan Kimia Obat) yang sempat ditarik Badan POM masih ada di pasaran. Survei tersebut dilakukan di 5 kota besar Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Yogya dan Surabaya.

“Himbauan untuk masyarakat hati-hati terhadap iming-iming iklan dan iming-iming promosi daripada bahan baku jamu ini,” ujar dr Abidinsyah Siregar, DHSM, MKes, direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, Komplementer, Direktorat jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes, disela-sela acara pelantikan eselon I dan II Kemenkes, di Gedung kemenkes, Jakarta, dan ditulis pada Minggu (3/2/2013).

dr Abidinsyah menyarankan untuk perhatikan betul produk jamu dan sebaiknya jamu berasal dari industri yang lazim dan sudah biasa didengar, karena jika tidak jelas, siapa yang menjamin tidak adanya percampuran jamu dengan bahan baku obat.

“Jangan yang asal-asalan, perhatikan no registrasi POM nya. Jika jamu dan obat tradisional ini sudah punya izin edar maka harus dipantau terus peredarannya di lapangan,” ungkap dr Abidinsyah.

dr Abidinsyah menjelaskan untuk perizinan tetap melalui dinas kesehatan kabupaten/kota melalui balai POM daerah, namun nantinya tetap ke pusat jika menyangkut bahan-bahan obat-obatan.

Untuk itu jika masyarakat ingin mengonsumsi jamu sebaiknya jangan diperoleh dari tempat sembarangan. Perhatikanlah kemasannya dan benar-benar terdapat no reg BPOM, sehingga jika ada masalah bisa diadukan dan bahkan digugat.

“Soal kesehatan jangan ada kompromi harus benar-benar aman, bermutu dan berkualitas, harus benar-benar diawasi dan masyarakat berhati-hati menggunakan bahan baku jamu,” tutur dr Abidinsyah. (detik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *